Pendekatan Pengembangan Profesional Guru (CPD) dalam Sistem Kurikulum Asia dan Global: Studi Komparatif Jepang, Tiongkok, Indonesia, Finlandia, dan Cambridge

By ICEI
AkademisPendidikan dan Kurikulum
Pendekatan Pengembangan Profesional Guru (CPD) dalam Sistem Kurikulum Asia dan Global: Studi Komparatif Jepang, Tiongkok, Indonesia, Finlandia, dan Cambridge

Pendahuluan

Pengembangan profesional berkelanjutan (Continuous Professional Development/CPD) merupakan komponen kunci dalam peningkatan kualitas guru dan efektivitas implementasi kurikulum. Laporan ini membandingkan pendekatan CPD di Jepang, Tiongkok, dan Indonesia dalam konteks perubahan kurikulum nasional mereka, serta membandingkannya dengan pendekatan dari Finlandia dan sistem kurikulum Cambridge. Penekanan diberikan pada bagaimana CPD diintegrasikan dalam kebijakan kurikulum serta dampaknya terhadap peningkatan mutu pembelajaran.

CPD di Jepang: Budaya Kolektif dan Lesson Study

Salah satu praktik CPD paling terkenal dari Jepang adalah lesson study (jugyou kenkyuu), yang merupakan bagian dari sistem kounaikenshuu atau pelatihan berbasis sekolah. Di Jepang, guru berkolaborasi merancang, mengamati, dan merefleksikan pelajaran untuk meningkatkan kualitas pengajaran (Takahashi & McDougal, 2016). Pemerintah Jepang mewajibkan CPD sejak tahun pertama pengajaran dengan lebih dari 300 jam pelatihan dan lisensi ulang setiap 10 tahun (MEXT, 2018). Budaya kolaboratif sangat kuat, di mana ruang guru (shokuin shitsu) berfungsi sebagai pusat pertukaran praktik profesional sehari-hari (Saito & Atencio, 2013).

CPD di Tiongkok: Teaching Research Group dan Open Class

Tiongkok mengembangkan CPD melalui Teaching Research Groups (TRG), di mana guru dalam satu mata pelajaran secara sistematis merencanakan pelajaran, melaksanakan kelas terbuka (open class), dan mengevaluasi bersama. Ini dikenal sebagai praktik Ji Ti San Ke (Zhou, 2014). CPD di Tiongkok merupakan kewajiban dengan siklus lima tahunan sebanyak 360 jam pelatihan (MOE China, 2011). Setiap reformasi kurikulum selalu diikuti pelatihan nasional besar-besaran untuk menyosialisasikan kurikulum baru dan strategi pembelajaran yang diharapkan (Gu, 2007).

CPD di Indonesia: Dinamika Kurikulum dan Transformasi CPD

Di Indonesia, CPD telah melalui berbagai tahapan seiring perubahan kurikulum dari CBSA, KTSP, Kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka. Pada era CBSA (1984–1994), CPD dilakukan melalui penataran dan pembentukan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) serta KKG (Kelompok Kerja Guru) (Depdikbud, 1993). Kurikulum 2006 (KTSP) memperkuat peran MGMP dan mendorong pelatihan berbasis kompetensi (Suyanto & Jihad, 2013).

Sejak UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 disahkan, CPD menjadi komponen dari Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang wajib dilakukan guru (Kemendiknas, 2009). Kurikulum 2013 mendorong pelatihan berbasis pendekatan ilmiah, penguatan karakter, dan keterampilan abad 21 (4C), dengan model pelatihan cascaded melalui guru inti dan instruktur nasional (Fadhilah, 2016). Di era Kurikulum Merdeka, pendekatan CPD lebih otonom, dengan peluncuran platform Merdeka Mengajar dan program Guru Penggerak yang menekankan refleksi dan kepemimpinan instruksional (Kemendikbudristek, 2022).

CPD di Finlandia: Profesionalisme dan Autonomi

Finlandia mengandalkan seleksi ketat dan pendidikan guru berbasis riset di tingkat prajabatan, dengan semua guru wajib memiliki gelar master (Sahlberg, 2011). CPD tidak diwajibkan secara ketat, namun guru didorong melakukan pengembangan profesional secara sukarela dan mandiri. Pemerintah lokal (municipality) mendanai dan memfasilitasi pelatihan sesuai kebutuhan guru dan sekolah (Webb et al., 2004). Kurikulum nasional disusun dalam bentuk kerangka umum, memberi keleluasaan guru untuk merancang kurikulum lokal dan praktik pengajaran (FNBE, 2016).

CPD dalam Kurikulum Cambridge: Pendekatan Global dan Standar Internasional

Cambridge Assessment International Education menyediakan berbagai program CPD seperti pelatihan silabus spesifik, workshop pedagogi, dan sertifikasi Professional Development Qualifications (PDQ) (Cambridge International, 2022). Pendekatan ini memungkinkan guru mengembangkan keterampilan sesuai kebutuhan kurikulum global dan penilaian internasional. CPD bersifat fleksibel, tersedia dalam format daring dan luring, dan didukung oleh jaringan komunitas guru global.

Analisis Komparatif

Beberapa temuan penting dari perbandingan ini: - Jepang dan Tiongkok menerapkan pendekatan CPD yang sangat terstruktur dan kolaboratif, dengan tuntutan formal dan pengawasan pemerintah yang kuat. - Indonesia berada pada titik transisi menuju model CPD yang lebih reflektif dan berbasis komunitas, dengan inisiatif seperti Guru Penggerak dan zonasi MGMP. - Finlandia menunjukkan efektivitas CPD berbasis kepercayaan profesional, dengan sedikit regulasi namun didukung kualitas pendidikan guru yang sangat tinggi. - Sistem Cambridge menekankan fleksibilitas dan globalisasi CPD, memberi peluang guru mengakses standar dan praktik terbaik internasional.

Kesimpulan

CPD yang efektif bukan hanya tergantung pada struktur pelatihan, tetapi juga pada budaya profesional, otonomi, dan keberlanjutan. Indonesia dapat belajar dari pendekatan reflektif Jepang dan Finlandia, serta struktur dan skalabilitas CPD di Tiongkok dan Cambridge. Integrasi antara kurikulum dan CPD menjadi krusial agar guru mampu menjadi agen perubahan dalam implementasi pendidikan yang bermakna.

Daftar Pustaka

  • Cambridge International. (2022). Professional Development for Teachers. Cambridge Assessment.

  • Depdikbud. (1993). Pedoman MGMP dan KKG. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

  • Fadhilah, N. (2016). Implementasi pelatihan Kurikulum 2013 berbasis guru inti. Jurnal Pendidikan, 4(2), 45–53.

  • FNBE (Finnish National Board of Education). (2016). National Core Curriculum for Basic Education 2014. Helsinki: FNBE.

  • Gu, L. (2007). China’s New Basic Education Curriculum Reform: What’s In and What’s Out? Chinese Education and Society, 40(6), 83–94.

  • Kemendikbudristek. (2022). Platform Merdeka Mengajar: Panduan Pengguna. Jakarta: Kemdikbudristek.

  • Kemendiknas. (2009). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: Kemendiknas.

  • MOE China. (2011). Guidelines on the Continuing Professional Development of Teachers. Beijing: Ministry of Education.

  • MEXT. (2018). The Course of Study for Elementary and Secondary Schools. Tokyo: Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology.

  • Sahlberg, P. (2011). Finnish Lessons: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? New York: Teachers College Press.

  • Saito, E., & Atencio, M. (2013). Kounaikenshu: Situated teacher professional development in Japan. Teaching and Teacher Education, 30, 103–112.

  • Suyanto, & Jihad, A. (2013). Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global. Jakarta: Erlangga.

  • Takahashi, A., & McDougal, T. (2016). Collaborative lesson research: Maximizing the impact of lesson study. ZDM Mathematics Education, 48(4), 513–526.

  • Webb, R., Vulliamy, G., Hakkinen, R., & Hytönen, J. (2004). A comparative analysis of teacher professional development in Britain and Finland. Research in Comparative and International Education, 1(4), 53–68.

  • Zhou, J. (2014). The effect of open class in Chinese teacher professional development. International Journal of Educational Development, 39, 60–66.

Comments 0

Leave a Comment
Your comment will be visible after moderation.

No comments yet. Be the first to comment!